Dititip ke Lembaga Pemerintah, Gadis 14 Tahun Malah Dicabuli
HARIAN.COM - Seorang oknum Kepala UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur dilaporkan ke Polda Lampung.
Oknum tersebut dilaporkan karena diduga menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang dititipkan ke lembaga yang dipimpinnya.
Didampingi orang tua dan pendamping hukum, korban inisial Nf (14) warga Way Jepara, Lamtim ini melaporkan oknum yang diketahui berinisial DA, ke Mapolda Lampung pada Jumat (3/7/2020) malam.
"Kami melaporkan dugaan tindak kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh oknum Dinas P2TP2A kabupaten Lampung Timur," ujar Kepala Divisi Ekosop LBH Bandar Lampung, Indra Jarwadi, Sabtu (4/7/2020).
Indra menambahkan, tindakan kekerasan seksual yang dialami bermula sejak korban menjalani program pendampingan dari UPT tersebut.
Diketahui Nf sebelumnya juga merupakan korban pemerkosaan.
Pelaku pemerkosaan sudah divonis pengadilan setempat dengan jatuh hukuman vonis 13 tahun penjara.
Sementara Nf diajukan ke P2TP2A dalam rangka pemulihan baik secara psikis maupun mental.
Karena itu sejak akhir tahun 2019, korban harus menjalani perlindungan di rumah aman yang dirujuk oleh DA.
Namun, bukannya mendapatkan perlindungan yang layak, Nf malah menjadi pelampiasan nafsu bejat DA.
Terhitung hingga kasus ini terungkap, korban mengaku sudah belasan kali melayani DA untuk berhubungan badan.
"Terakhir pelaku kembali melakukan perbuatan tanggal 28 Juni. Saat itu korban dipaksa melakukan hubungan badan sebanyak empat kali," terang Indra.
Ayah kandung korban, Sugiyanto (51) tak menyangka atas apa yang dialami anaknya Nf (14) selama dititipkan di lembaga pemerintah P2TP2A Lampung Timur.
Anaknya yang sebelumnya pernah menjadi korban perkosaan oleh pria tak bertanggung jawab, kembali menjadi korban oleh oknum lembaga pemerintahan.
"Jelas saya tidak terima. Anak saya bukannya dilindungi malah dipaksa melakukan perbuatan mesum," ujar Sugiyanto, Sabtu (4/7/2020).
Sugiyanto juga selama ini tak mengetahui hal tersebut, hingga akhirnya korban berani buka suara dan menceritakan semua penderitaannya kepada pamannya.
Menurut warga Way Jepara, Lampung Timur ini, korban tidak berani menceritakan, karena takut sang ayah naik pitam.
Bahkan, paman korban meminta Sugiyanto jangan memarahi anaknya setelah mendengar kenyataan pahit yang terlanjur terjadi pada putri sulungnya.
"Anak saya diancam makanya gak berani ngomong sama saya. Saya tahu dari saudara, mereka yang minta saya berjanji jangan mukul, jangan marah setelah mengetahui itu," jelasnya.
Setelah mendengar pengakuan dari Nf, akhirnya ayah korban langsung melaporkan ke pihak polisi.
"Selama ini saya percaya karena dia pakai seragam kuning kunyit (PNS). Ngakunya perlindungan anak ternyata biadab!" sesal Sugiyanto.
Sementara itu, fasilitator Kabupaten Layak Anak (KLA) Toni Fiser menyatakan perbuatan terduga pelaku inisial DA sangat mencoreng lembaga perlindungan perempuan dan anak.
Karena jika benar terbukti DA melakukan tindakan kekerasan terhadap anak, sebaiknya dihukum seberat mungkin.
"Sangat bejat, karena kalau memang DA pelakunya dia ini orang yang mengerti undang undang tentang anak," ujar Toni.
Oleh karena itu, dirinya meminta kepada aparat kepolisian yang menangani masalah ini untuk menerapkan hukuman paling berat.
"Jangan pilih pilih pasal, karena terduga pelaku ini orang yang paham tentang perlindungan anak. Mungkin kalau orang gak paham masih bisa dimaklumi," katanya.
Polisi Harus Ungkap
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung mengindikasikan jumlah korban kekerasan seksual yang dilakukan oknum Kepala UPT P2TP2A Lamtim bertambah.
Hal tersebut berdasarkan penuturan dan sepengetahuan korban selama berada di rumah aman milik P2TP2A.
Advokasi LBH Bandar Lampung Anugrah Prima mengatakan, ada dua korban kekerasan seksual lainnya yang masih enggan membuat laporan.
"Tidak menutup kemungkinan ada korban lain selain Nf, karena menurut Nf ada dua orang lagi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh DA," ujarnya.
Namun pihaknya belum dapat menelusuri kepastian hal tersebut, lantaran yang bersangkutan lebih memilih bungkam.
"Dua korban lagi belum berani buka suara, jadi baru satu korban yang kami dampingi untuk membuat laporan polisi," terangnya.
Pria yang akrab disapa Prima ini sangat menyayangkan dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum tersebut.
Pasalnya, kata Prima, lembaga pemerintahan yang seharusnya menjadi wadah tempat berlindungnya perempuan dan anak, justru menjadi pelaku tindak kekerasan.
Oleh karena itu, pihaknya berharap kepada aparat kepolisian dapat mengungkap kasus ini dengan cepat dan transparan.
"Jangan sampai kasus ini menguap begitu saja karena terlapor berstatus sebagai ASN di lembaga pemerintahan," jelasnya.
Beranikan Diri Cerita ke Paman
Kasus pencabulan yang dialami Nf (14) warga way Jepara, Lampung Timur ini sudah berjalan kurang lebih 6 bulan lamanya.
Tindakan itu baru terkuak setelah korban memberanikan diri menceritakan apa yang ia alami selama berada di rumah aman yang dirujuk oleh UPT P2TP2A Kabupaten Lampung Timur.
Perwakilan Komunitas Aktivis Muda Indonesia (KAMI) Lampung Timur, Iyan Hermawan mengatakan, karena sudah tidak tahan dengan perlakuan yang diterima selama berada di rumah aman UPT P2TP2A itu akhirnya korban berani buka suara.
Kepada kerabat atau paman nya inilah korban mencurahkan semua yang dialami.
Pasalnya, setelah berhasil kabur dari rumah aman kondisi Nf masih syok.
"Kamis (2/7/2020) malam korban cerita semua ke pamannya. Karena korban dari ekonomi lemah sehingga kami berinisiatif mendampingi korban ke Polda Lampung untuk buat laporan," ujar Iyan, Sabtu (4/7/2020).
Iyan mengatakan, selama ini korban enggan menceritakan semua tindakan kekerasan seksual yang dialami lantaran ada ancaman dari DA.
Bahkan berdasarkan pengakuan korban, DA juga mengancam bakal membunuh ayah kandung korban.
"Bapaknya Kerja buruh cetak bata, ibunya TKW di Malaysia. Tapi semua kebutuhan hidup ditanggung bapaknya, karena ibu korban jarang sekali mengirimkan uang," katanya.
Menurut Iyan, korban sudah beberapa kali berpindah tempat tinggal.
Terhitung ada 3 bulan korban menginap di rumah aman rujukan UPT P2TP2A.
Setelah dari rumah aman, korban sempat dipulangkan ke rumah orang tuanya.
Meski sudah dipulangkan, ternyata DA masih kerap menyambangi korban.
Bahkan tak jarang DA menginap di rumah korban sembari melampiaskan nafsu bejatnya.
Terakhir kali DA menginap di rumah korban pada tanggal 29 Juni 2020, dengan alasan akan mendaftarkan korban masuk SMP.
"Selama menginap DA juga melakukan itu, korban diancam agar perbuatannya tidak diketahui oleh siapapun," jelasnya.
Dijual ke Pria Lain
Berdasarkan penuturan korban, oknum Kepala UPT P2TP2A berinisial DA ini acap kali memintanya berhubungan badan.
Namun ternyata kekerasan seksual yang dialami korban tidak hanya sampai disitu.
Ia juga beberapa kali "dijual" oleh DA untuk melayani pria lain.
"Salah satunya pegawai rumah sakit di Sukadana. Saya dijemput lalu diajak ke hotel," ujar Nf.
Nf memastikan pria tersebut pegawai rumah sakit dari seragam yang dikenakan saat dijemput olehnya.
Sebelumnya, Nf diminta oleh DA mengirim foto dirinya melalui whatsapp.
Ternyata, foto Nf diteruskan DA ke pria yang diketahui pegawai Rumah Sakit di Sukadana.
"Setelah digituin sama dia, saya dikasih uang Rp 700 ribu. Yang Rp 500 ribu buat saya, Rp 200 ribu lagi disuru kasih buat DA," jelasnya.
Korban mengaku terpaksa mengikuti perintah DA karena sempat menerima ancaman.
DA mengancam bakal memutilasi dan santet korban jika tidak mau mengikuti kemauannya.
Ancaman tersebut juga dilontarkan DA agar korban tidak menceritakan kejadian tersebut kepada keluarga nya.
"Kalau gak nurut saya mau di cincang-cincang sama DA, saya takut jadi terpaksa ikutin kemauan nya," kata Nf.
Jalani Visum di RSUDAM
Laporan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum Kepala UPT P2ATP2A Lampung Timur telah diterima dengan STTLP/977/VII/2020/LPG/SPKT.
Untuk melengkapi berkas laporan, Sabtu (4/7/2020) siang korban menjalani pemeriksaan medis untuk mengetahui hasil visum di RSUDAM.
Kepala Divisi Ekosop LBH Bandar Lampung, Indra Jarwadi mengatakan, terlapor yang diketahui dinas di sebuah lembaga perlindungan perempuan dan anak ini disangkakan pasal Pasal 76 b dan Pasal 81 tentang Undang undang perlindungan anak.
"Sudah dilakukan visum, dan kami juga masih menunggu hasilnya," ungkap Indra.